- Home>
- Biografi Pahlawan Nasional Cut Nyak Dien
Posted by : Unknown
Sunday, 6 December 2015
Biografi Pahlawan Nasional Cut Nyak Dien
Cut Nyak Dien lahir pada 1848 dari keluarga
kalangan bangsawan yang taat beragama. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia,
seorang uleebalang. Beliau mendapatkan pendidikan agama dan rumah tangga yang
baik dari kedua orang tua dan para guru agama. Semua ini membentuk kepribadian
beliau yang memiliki sifat tabah, teguh pendirian, dan tawakal.
Seperti umumnya di masa itu, beliau menikah di usia
sangat muda dengan Teuku Ibrahim Lamnga. Mereka dikaruniai seorang anak laki-laki.
Ketika Perang Aceh meletus tahun 1873, Teuku Ibrahim turut aktif di garis
depan. Cut Nyak Dien selalu memberikan dukungan dan dorongan semangat.
Semangat juang dan perlawanan Cut Nyak Dien bertambah kuat saat Belanda membakar Masjid Besar Aceh. Dengan
semangat menyala, beliau mengajak seluruh rakyat Aceh untuk terus berjuang.
Saat Teuku Ibrahim gugur, di tengah kesedihan, beliau bertekad meneruskan
perjuangan. Dua tahun setelah kematian suami pertamanya tepatnya pada tahun
1880, Cut Nyak Dien menikah lagi dengan Teuku Umar. Seperti Teuku Ibrahim,
Teuku Umar adalah pejuang kemerdekaan yang hebat.
Bersama Cut Nyak Dien, perlawananyang dipimpin Teuku
Umar bertambah hebat. Sebagai pemimpin yang cerdik, Teuku Umar pernah mengecoh
Belanda dengan pura-pura bekerja sama pada tahun 1893, sebelum kemudian kembali
memeranginya dengan membawa Iari senjata dan perlengkapan peranglain. Namun,
dalam pertempuran di Meulaboh tanggal 11 Februari 1899 ,Teuku Umar gugur. Sejak
meninggalnya Teuku Umar, selama 6 tahun Cut Nyak Dien mengatur serangan besar-
besaran terhadap beberapa kedudukan Belanda. Seluruh barang berharga yang masih
dimilikinya dikorbankan untuk biaya perang. Meski tanpa dukungan dari seorang
suami, perjuangannya tidak pernah surut. Perlawanan yang dilakukan secara
bergerilya itu dirasakan Belanda sangat mengganggu, bahkan membahayakan
pendudukan mereka di tanah Aceh sehingga pasukan Belanda selalu berusaha
menangkapnya.
Namun, kehidupan yang berat dihutan dan usia yang menua
membuat kesehatan perempuan pemberani ini mulal menurun. Ditambah lagi, jumlah
pasukannya terus berkurang akibat serangan Belanda. Meski demikian,ketika Pang
Laot Ali, tangan kanan sekaligus panglimanya, menawarkan untuk menyerah, beliau
sangat marah. Akhirnya, Pang Laot Ali yang tak sampai hati melihat penderitaan
Cut Nyak Dien terpaksa berkhianat. la melaporkan persembunyian Cut Nyak Dien
dengan beberapa syarat, di antaranya jangan melakukan kekerasan dan harus
menghormatinya.
Begitu teguhnya pendirian Cut Nyak Dien, bahkan ketika
sudah terkepung dan hendak ditangkap dalam kondisi rabun pun masih sempat
mencabut rencong dan berusaha melawan pasukan Belanda. Pasukan Belanda yang
begitu banyak akhirnya berhasil menangkap tangannya. Beliau marah luar biasa
kepada Pang LaotAli. Namun,walau pun di dalam tawanan, Cut Nyak Dien masih
terus melakukan kontak dengan para pejuang yang belum tunduk. Tindakannya itu
kembali membuat pihak Belanda berang sehingga beliau akhirnya dibuang ke
Sumedang, Jawa Barat, pada 11 Desember 1906.
Cut Nyak Dien yang tiba dalam kondisi lusuh dengan
tangan tak lepas memegang tasbih ini tidak dikenal sebagian besar penduduk
Sumedang. Beliau dititipkan kepada Bupati Sumedang, Pangeran Aria Suriaatmaja,
bersama dua tawanan lain, salah seorang bekas panglima perangnya yang berusia
sekitar 50 tahun dan kemenakan beliau yang baru berusia 15 tahun. Belanda sama
sekali tidak memberitahu siapa para tawanan itu. Melihat perempuan yang amat
taat beragama itu, Pangeran Aria tidak menempatkannya di penjara, tetapi di
rumah H. Ilyas, seorang tokoh agama, di belakang Masjid Besar Sumedang.
Perilaku beliau yang taat beragama dan menolak semua pemberian Belanda
menimbulkan rasa hormat dan simpati banyak orang yang kemudian datang
mengunjungi membawakan pakaian atau makanan. Cut Nyak Dien, perempuan pejuang
pemberani ini meninggal pada 6 November 1908.
Beliau dimakamkan secara hormat di Gunung Puyuh, sebuah
komplek pemakaman para bangsawan Sumedang, tak jauh dan pusat kota. Sampai
wafatnya, masyarakat Sumedang belum tahu siapa beliau, bahkan hingga Indonesia
merdeka. Makam beliau dapat dikenali setelah dilakukan penelitian berdasarkan
data dari pemerintah Belanda.
- Tempat/Tgl.
Lahir : Aceh, 1848 (tanggal dan bulan
tidak diketahui)
Tempat/Tgl. Wafat : Sumedang, 6 November 1908
SK Presiden : Keppres No.106 Tahun 1964, Tgl. 2 Mei 1964
Gelar : Pahlawan Nasional
Rakyat Sumedang memanggil Cut Nyak Dien dengan nama Ibu
Perbu karena kesalehannya dan sebagai tanda penghormatan. Hingga akhir
hayatnya, beliau mengisi waktu dengan mengajarkan ilmu agama bagi masyarakat
sekitar pengasinganya
Powered by Blogger.