- Home>
- MAKALAH TINDAK PIDANA BAHAYA NARKOBA LENGKAP
Posted by : Unknown
Sunday, 6 December 2015
MAKALAH
TINDAK PIDANA BAHAYA NARKOBA
Disusun oleh :
1. Indah Cahyanti
2. Kaila Ratri K.D
3. Dwi Indriawati
4. Kiki Dewi L.
5. Jekki Muhaidin
6. Fiqi Wahfaudin
7. Kevin Kurniawan
8. Alan Indra P.
SMK MA’ARIF NU I PURBOLINGGO
T.A 2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Pengaturan
narkotika berdasarkan undang-undang nomor 35 tahun 2009 (UU No.35 tahun 2009),
bertujuan untuk menjamin ketersedian guna kepentingan kesehatan dan ilmu
pengetahuan, mencegah penyalahgunaan narkotika, serta pemberantasan peredaran
gelap narkotika.
Penyalahgunaan
narkotika di Indonesia sudah sampai ketingkat yang sangat mengkhawatirkan,
fakta dilapangan menunjukan bahwa 50% penghuni LAPAS (lembaga pemasyarakatan)
disebabkan oleh kasus narkoba atau narkotika. Berita kriminal di media masa,
baik media cetak maupun elektronik dipenuhi oleh berita penyalahgunaan
narkotika. Korbannya meluas kesemua lapisan masyarakat dari pelajar, mahasiswa,
artis, ibu rumah tangga, pedagang , supir angkot, anak jalanan, pejabat dan
lain sebagainya. Narkoba dengan mudahnya dapat diracik sendiri yang sulit
didiktesi. Pabrik narkoba secara ilegalpun sudah didapati di Indonesia.
Penegakan
hukum terhadap tindak pidana narkotika telah banyak dilakukan oleh aparat
penegakan hukum dan telah banyak mendapatkan putusan hakim di sidang
pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan mampu sebagai faktor penangkal
terhadap merebaknya peredaran perdagangan narkoba atau narkotika, tapi dalam
kenyataan justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat
pula peredaran perdagangan narkotika tersebut.
Tindak
pidana narkoba atau narkotika berdasarkan undang-undang nomor 35 tahun 2009 (UU
No.35 tahun 2009), memberikan sangsi pidana cukup berat, di samping dapat
dikenakan hukuman badan dan juga dikenakan pidana denda, tapi dalam kenyataanya
para pelakunya justru semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh faktor
penjatuhan sangsi pidana tidak memberikan dampak atau deterrent effect terhadap
para pelakunya.
Gejala atau
fenomena terhadap penyalahgunan narkotika dan upaya penanggulangannya saat ini
sedang mencuat dan menjadi perdebatan para ahli hukum. Penyalahgunaan narkoba
atau narkotika sudah mendekati pada suatu tindakan yang sangat membahayakan,
tidak hanya menggunakan obat-obatan saja, tetapi sudah meningkat kepada
pemakaian jarum suntik yang pada akhirnya akan menularkan HIV.
Perkembangan
kejahatan narkotika pada saat ini telah menakutkan kehidupan masyarakat.
Dibeberapa negara, termasuk indonesia , telah berupaya untuk meningkatkan
program pencegahan dari tingkat penyuluhan hukum sampai kepada program
pengurangan pasokan narkoba atau narkotika.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian narkotika serta jenis-jenis Narkotika?
2.
Bagaimanakah kebijakan hukum pidana yang tertuang
dalam Undang- Undang Narkotika (UU No. 35/2009 ) dalam penanggulangan tindak
pidana narkotika ?
3.
Siapa saja yang dapat disebut sebagai pelaku perbuatan
pidana narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ?
4.
Bagaimana sangsi hukum pidana bagi pelaku tindak
pidana narkotika?
C. Tujuan Dan
Manfaat
1.
Untuk mengetahui pengertian narkotika dan jenis-jenis
narkotika.
2.
Untuk mengetahui bagaimana kebijakan hukum pidana yang
tertuang dalam Undang- Undang Narkotika (UU No. 35/2009 ) dalam penanggulangan
tindak pidana narkotika.
3.
Untuk mengetahui siapa saja yang dapat disebut sebagai
pelaku perbuatan pidana narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika.
4.
Untuk mengetahui bagaimana sangsi hukum pidana bagi
pelaku tindak pidana narkotika.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Narkotika
Dan Jenis-Jenis Narkotika
Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sitensis
maupun semi sitensis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Narkotika
merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan
penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai
dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi
perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih
merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika
yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai
budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.
Yang dimakud
narkotika dalam UU No. 35/2009 adalah tanaman papever, opium mentah, opium
masak, seperti candu, jicing, jicingko, opium obat, morfina, tanaman koka, daun
koka, kokaina mentah, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, damar ganja,
garam-garam atau turunannya dari morfin dan kokaina. Bahan lain, baik alamiah,
atau sitensis maupun semi sitensis yang belum disebutkan yang dapat dipakai
sebagai pengganti morfina atau kokaina yang ditetapkan mentri kesehatan
sebagai narkotika, apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat
ketergantungan yang merugikan, dan campuran- campuran atau sediaan-sediaan yang
mengandung garam-garam atau turunan-turunan dari morfina dan kokaina, atau
bahan-bahan lain yang alamiah atau olahan yang ditetapkan mentri kesehatan
sebagai narkotika.
Menurut
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika membagi narkotika menjadi
tiga golongan, sesuai dengan pasal 6 ayat 1 :
1.
Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat
digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam
terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
2.
Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat
pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi
dan/ atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
tinggi mengakibatkan ketergantungan.
3.
Narkotika Golongan III adalah narkotika yang
berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan.
B.
Kebijakan Hukum Pidana Yang Tertuang Dalam Undang-
Undang Narkotika (Uu No. 35/2009 ) Dalam Penanggulangan Tindak Pidana
Narkotika.
Mengingat
betapa besar bahaya penyalahgunaan Narkotika ini, maka perlu diingat beberapa
dasar hukum yang diterapkan menghadapi pelaku tindak pidana narkotika berikut
ini:
1.
Undang-undang
RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
2.
Undang-undang
RI No. 7 tahun 1997 tentang PengesahanUnited Nation Convention Against
Illicit Traffic in Naarcotic Drug and Pshychotriphic Suybstances 19 88 (
Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap narkotika dan Psikotrapika,
1988)
3.
Undang-undang
RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika sebagai pengganti UU RI No. 22 tahun
1997.
C.
Siapa Saja Yang Dapat Disebut Sebagai Pelaku Perbuatan
Pidana Narkotika Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Untuk pelaku
penyalahgunaan Narkotika dapat dikenakan Undang-undang No. 35 tahun 2009
tentang Narkotika, hal ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
Sebagai pengguna
Dikenakan
ketentuan pidana berdasarkan pasal 116 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun.
2.
Sebagai pengedar
Dikenakan
ketentuan pidana berdasarkan pasal 81 dan 82 Undang-undang No. 35 tahun
2009 tentang narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 + denda.
3.
Sebagai produsen
Dikenakan
ketentuan pidana berdasarkan pasal 113 Undang-undang No. 35 tahun 2009, dengan
ancaman hukuman paling lama 15 tahun/ seumur hidup/ mati + denda.
Untuk
mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang
sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara,
pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002
melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
VI/MPR/2002 telah merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia dan Presiden Republik Indonesia untuk melakukan perubahan atas
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengatur upaya pemberantasan terhadap
tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana
seumur hidup, dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1997 juga mengatur mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan pengobatan
dan kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial. Namun,
dalam kenyataannya tindak pidana Narkotika di dalam masyarakat menunjukkan
kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif
dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak anak, remaja, dan generasi
muda pada umumnya.
Tindak
pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan
banyak orang yang secara bersama – sama, bahkan merupakan satu sindikat yang
terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat
rahasia baik di tingkat nasional maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut
guna peningkatan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika
perlu dilakukan pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika. Hal ini juga untuk mencegah adanya kecenderungan yang semakin
meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas,
terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya.
Selain itu,
untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Narkotika dan mencegah
serta memberantas peredaran gelap Narkotika, dalam Undang-Undang ini diatur
juga mengenai Prekursor Narkotika karena Prekursor Narkotika merupakan zat atau
bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika.
Dalam Undang-Undang ini dilampirkan mengenai Prekursor Narkotika dengan
melakukan penggolongan terhadap jenis-jenis Prekursor Narkotika.Selain itu,
diatur pula mengenai sanksi pidana bagi penyalahgunaan Prekursor Narkotika untuk
pembuatan Narkotika. Untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan
dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai
pemberatan sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana
penjara 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati.
Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada golongan, jenis,
ukuran, dan jumlah Narkotika.
Untuk lebih
mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai penguatan kelembagaan yang
sudah ada yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada
Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan
Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota. BNN tersebut merupakan
lembaga non struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Presiden, yang hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukan
koordinasi. Dalam Undang-Undang ini, BNN tersebut ditingkatkan menjadi lembaga
pemerintah nonkementerian (LPNK) dan diperkuat kewenangannya untuk melakukan
penyelidikan dan penyidikan. BNN berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung
jawab kepada Presiden. Selain itu, BNN juga mempunyai perwakilan di daerah provinsi
dan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yakni BNN provinsi dan BNN
kabupaten/kota.
Untuk lebih
memperkuat kelembagaan, diatur pula mengenai seluruh harta kekayaan atau harta
benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika dan
tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor
Narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap dirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis dan sosial.
Untuk
mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika yang modus operandinya semakin canggih, dalam Undang-Undang
ini juga diatur mengenai perluasan teknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik
pembelian terselubung (under cover buy), dan teknik penyerahan
yang diawasi (controlled delevery), serta teknik penyidikan
lainnya guna melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Dalam rangka
mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika yang dilakukan secara terorganisasi dan memiliki jaringan
yang luas melampaui batas negara, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai kerja
sama, baik bilateral, regional, maupun internasional.
Dalam
Undang-Undang ini diatur juga peran serta masyarakat dalam usaha pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika termasuk
pemberian penghargaan bagi anggota masyarakat yang berjasa dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Penghargaan tersebut diberikan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah
berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Namun
demikian, dalam tataran implementasi, sanksi yang dikenakan tidak sampai pada
kategori maksimal. Hal ini setidaknya disebabkan oleh dua hal.Pertama,
kasus yang diproses memang ringan, sehingga hakim memutuskan dengan sanksi yang
ringan pula. Kedua, tuntutan yang diajukan relatif ringan, atau
bahkan pihak hakim sendiri yang tidak memiliki ketegasan sikap. Sehingga
berpengaruh terhadap putusan yang dikeluarkan
D. Sangsi Hukum
Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Narkotika
Berbicara
mengenai penegakan hukum pidana, dapat dilihat dari cara penegakan hukum pidana
yang dikenal dengan sistem penegakan hukum ataucriminal law
enforcement sebagai bagian dari criminal policy atau
kebijakan penanggulangan kejahatan. Dalam penanggulangan kejahatan dibutuhkan
dua sarana yakni menggunakan penal atau sanksi pidana, dan menggunakan sarana
non penal yaitu penegakan hukum tanpa menggunakan sanksi pidana (penal).
Penegakan hukum dengan mempunyai
sasaran agar orang taat kepada hukum. Ketaatan masyarakat terhadap hukum
disebabkan tiga hal yakni:
·
takut berbuat dosa;
·
takut karena kekuasaan dari pihak penguasa berkaitan
dengan sifat hukum yang bersifat imperatif;
·
takut karena malu berbuat jahat. Penegakan hukum
dengan sarana non penal mempunyai sasaran dan tujuan untuk kepentingan
internalisasi;
Keberadaan
Undang-Undang Narkotika merupakan suatu upaya politik hukum pemerintah
Indonesia terhadap penanggulangan tindak pidana narkotika dan psikotropika.
Dengan demikian, diharapkan dengan dirumuskanya undang-undang tersebut dapat
menanggulangi peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika,
serta menjadi acuan dan pedoman kepada pengadilan dan para penyelenggara atau
pelaksana putusan pengadilan yang menerapkan undang-undang, khususnya hakim
dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap kejahatan yang terjadi. Dalam
penelitian ini, penulis akan mencoba meneliti tentang kebijakan hukum pidana
yang tertuang dalam Undang-Undang Psikotropika dan Undang-Undang Narkotika
serta implementasinya dalam penangulangan tindak pidana narkotika dan
psikotropika.
Penegakan
hukum salah satunya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menghambat
berjalannya proses penegakan hukum itu sendiri. Adapun faktor-faktor tersebut,
adalah sebagai berikut:
1. Faktor
hukumnya sendiri, yang dalam hal ini dibatasi pada undang-undang saja;
2. Faktor
penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membuat atau membentuk maupun yang
menerapkan hukum;
3. Faktor
sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
4. Faktor
masyarakat, yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan;
5. Faktor
kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di
dalam pergaulan hidup. Kelima faktor tersebut di atas saling berkaitan, hal ini
disebabkan esensi dari penegakan hukum itu sendiri serta sebagai tolak ukur
dari efektivitas penegakan hukum.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
UU No.35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 1.Narkotika adalah zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
Dalam UU No.
35/2009 jenis-jenis narkotika adalah tanaman papever, opium mentah, opium
masak, seperti candu, jicing, jicingko, opium obat, morfina, tanaman koka, daun
koka, kokaina mentah, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, damar ganja,
garam-garam atau turunannya dari morfin dan kokaina. Bahan lain, baik alamiah,
atau sitensis maupun semi sitensis yang belum disebutkan yang dapat dipakai
sebagai pengganti morfina atau kokaina yang ditetapkan mentri kesehatan
sebagai narkotika, apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat
ketergantungan yang merugikan, dan campuran- campuran atau sediaan-sediaan yang
mengandung garam-garam atau turunan-turunan dari morfina dan kokaina, atau
bahan-bahan lain yang alamiah atau olahan yang ditetapkan mentri kesehatan
sebagai narkotika.
Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur upaya pemberantasan terhadap
tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana
seumur hidup, dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 juga mengatur mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan pengobatan
dan kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial.
B. Saran
Penanggulangan
dan pencegahan terhadap penyalahgunaan NARKOTIKA merupakan tanggung jawab
bangsa Indonesia secara keseluruhan, bukan hanya berada pada pundak kepolisian
ataupun pemerintah saja. Namun, seluruh komponen masyarakat diharapkan ikut
perperan dalam upaya penanggulangan tersebut. Setidaknya, itulah yang telah
diamanatkan dalam pelbagai perundang-undangan negara, termasuk UU No. 35 tahun
2009 tentang narkotika
pandangan
Agama narkoba adalah barang yang merusak akal pikiran, ingatan, hati, jiwa,
mental dan kesehatan fisik seperti halnya khomar. Oleh karena itu maka Narkoba
juga termasuk dalam kategori yang diharamkan Allah SWT
Powered by Blogger.